Selasa, 10 Mei 2011

Proses Pemotongan Ayam

Penyembelihan (slaughtering)  
Pemotongan unggas menurut Parry (1989), terbagi dalam dua teknik, yaitu manual dengan memotong menggunakan pisau pada sisi leher depan bagian kepala unggas dan dikenakan pada vena jugularis dan arteri karotis. Teknik yang kedua, yaitu pemotongan secara mekanis dengan pisau pemotong otomatis yang selalu berputar dan digerakkan oleh mesin. Dalam hal ini posisi kepala unggas yang tepat sangat penting.

Cara pemotongan ternak unggas yang lazim digunakan di Indonesia yaitu memotong arteri karotis, vena jugularis, oesophagus, dan trachea. Pada saat penyembelihan, darah harus keluar sebanyak mungkin. Jika darah dapat keluar secara sempurna, maka beratnya sekitar 4% dari bobot tubuh. Proses pengeluaran darah pada ayam biasanya berlangsung selama 50 sampai 120 detik, tergantung pada besar kecilnya ayam yang dipotong (Soeparno, 1992).

Perendaman (scalding)
Menurut Soeparno (1992), untuk mempermudah pencabutan bulu, unggas yang telah disembelih dicelupkan ke dalam air hangat, dengan suhu antara 50 sampai 80OC selama waktu tertentu.

Pada prinsipnya ada tiga cara perendaman dalam air hangat, tergantung pada umur dan kondisi unggas, yaitu (1) perendaman dalam air hangat 50 sampai 54OC selama 30 sampai 45 detik untuk ayam muda dan kalkun, (2) perendaman dalam air agak panas 55 sampai 60OC selama 45 sampai 90 detik untuk ayam tua dan (3) perendaman dalam air panas 65 sampai 80OC selama 5 sampai 30 detik untuk itik dan angsa, kemudian dimasukkan ke dalam air dingin agar kulit tidak mengelupas. Perendaman dalam air hangat untuk ayam broiler cukup dilakukan pada temperatur 50 sampai 54OC selama 30 detik.

Perendaman pada temperatur lebih tinggi dari 58OC dapat menyebabkan kulit menjadi gelap, lekat, mudah diserang bakteri, sehingga perendaman pada temperatur tinggi antara 70 sampai 80OC, hanya dilakukan terhadap unggas kualitas rendah (Swatland, 1984) dalam (Soeparno, 1992).

Pencabutan bulu (defeathering)
Bulu unggas, setelah melalui proses scalding dilakukan pembersihan atau pencabutan, segera setelah scalding dengan menggunakan mesin pencabut bulu (plucking mnachine). Mesin pencabut bulu memiliki semacam jari-jari yang berputar sehingga dapat mencabut bulu unggas. Tetapi, pencabutan bulu bisa juga dengan menggunakan tangan langsung, tetapi cara ini kurang praktis (Parry, 1989).

Pengeluaran jerohan (eviscerating)
Setelah pencabutan bulu atau pembersihan bulu, dilakukan pengeluaran jerohan yang salah satu caranya adalah sebagai berikut, yaitu proses pengeluaran jerohan dimulai dari pemisahan tembolok dan trachea serta kelenjar minyak bagian ekor kemudian pembukaan rongga badan dengan membuat irisan dari kloaka ke arah tulang dada. Kloaka dan visera atau jerohan dikeluarkan kemudian dilakukan pemisahan organ-organ yaitu hati dan empedu, empedu dan jantung. Isi empedal harus dikeluarkan, demikian pula empedal dipisahkan dari bawah columna vertebralis. Kepala, leher dan kaki juga dipisah (Soeparno, 1992).

Pendinginan sebelum dipasarkan (chilling)
Chilling adalah proses dalam penanganan karkas yang bertujuan untuk memperpanjang lama simpan, karena dapat menghambat aktivitas bakteri sebelum diolah lebih lanjut atau sebelum sampai ke konsumen (Veerkamp, 1989).

Chilling pada karkas unggas, biasanya menggunakan pendingin dari air, udara, karbondioksida dan nitrogen liquid, tetapi yang paling sering digunakan adalah chilling dengan air dan udara. Temperatur dari pendingin dan kerapatan antar produk dengan pendingin sangat berpengaruh dalam transfer suhu saat chilling.

DAFTAR PUSTAKA

Parry, R. T. 1989. Technological Development  in Pre-Slaughter Handling and Processing in Processing of Poultry. Mead, G. C. Elsevier Applied Science. England.

Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-1. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Veerkamp, C. H. 1989. Chilling, Freezing and Thawing in Processing of Poultry. Mead, G. C. Elsevier Applied Science. England.

Tipe Kandang Ayam

Kandang serta peralatan yang ada di dalamnya merupakan sarana pokok untuk terselenggarakannya pemeliharaan ayam secara intensif, berdaya guna dan berhasil guna. Ayam akan terus menerus berada di dalam kandang, oleh karena itu kandang harus dirancang dan ditata agar menyenangkan dan memberikan kebutuhan hidup yang sesuai bagi ayam-ayam yang berada di dalamnya. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam hal ini adalah pemilihan tempat atau lokasi untuk mendirikan kandang serta konstruksi atau bentuk kandang itu sendiri. Berdasarkan konstruksi kandang, kandang dapat dibedakan menjadi:

Kandang batere. Kandang ini menggunakan sistem alas berlubang atau kawat. Kandang batere adalah sangkar segi empat yang disusun secara berderet memanjang dan bertingkat dua atau lebih (North, 1994). Kandang batere berbentuk kotak yang bersambung satu dengan yang lain terbuat dari kayu, bambu atau kawat. Masing-masing kotak berukuran lebar 30 sampai 35 cm, panjang 45 cm dan tinggi 60 cm. Lantai kandang baterai letaknya agak miring ke salah satu sisi sekitar 6-7 cm. Ada beberapa bentuk kandang baterey antara lain; Single deck (kandang batere 1 tingkat), Double deck ( kandang batere 2 tingkat), Triple deck (kandang batere 3 tingkat), Four deck dan Five deck hampir sama dengan Triple deck tetapi menggunakan 4 dan 5 tingkat. (North, 1994).

Sistem kandang baterai bertujuan agar ayam tidak terlalu banyak mengeluarkan tenaga, dengan demikian energi dimanfaatkan untuk metabolisme tubuh, khususnya untuk ayam memproduksi telur (Anggorodi, 1985). Kebaikan kandang sistem batere adalah kandang lantai kandang yang selalu bersih karena kotorannya jatuh ke tempat penampungan, peredaran udara lebih lancar, dapat menampung ayam lebih banyak, pengontrolan penyakit lebih mudah dan dapat menimbulkan penyakit Coccidiosis, serta konversi pakan lebih baik. (North, 1984; Akpobame dan Fanguy, 1992). Penggunaan kandang sistem batere memerlukan biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem litter, memerlukan penanganan ekskreta secara serius serta dapat menyebabkan lepuh dada dan cacat kaki.

Kandang postal. Kandang dengan tipe litter adalah suatu tipe pemeliharaan unggas dengan lantai kandangnya ditutup oleh bahan penutup lantai seperti sekam padi, serutan gergaji, tongkol jagung, jerami padi yang dipotong-potong, serta dapat digunakan kapur mati yang penggunaannya dicampurkan dengan bahan litter (Sudjarwo dan Indarto, 1989). Litter yang baik harus dapat memenuhi beberapa kriteria yakni : memiliki daya serap yang tinggi, lembut sehingga tidak menyebabkan kerusakan dada, mempertahankan kehangatan, menyerap panas, dan menyeragamkan temperatur dalam kandang (Sudjarwo, 1989). Bahan litter yang efektif adalah bersifat daya serap air (absorben) tinggi, bebas debu, sukar untuk dimakan ayam, tidak beracun, murah, mudah diangkut dan diganti, serta tersedia melimpah. Sainsburry (1995) menyatakan bahwa litter harus menimbulkan kenyamanan bagi unggas dan terbebas dari parasit dan bakteri yang dapat menyebabkan infeksi pada unggas. Pengawasan terhadap kualitas litter sangat penting untuk kesuksesan manajemen perkandangan unggas. Kesalahan manajemen tempat minum atau karena ventilasi kandang yang buruk adalah penyebab utama meningkatnya kelembaban litter yang pada akhirnya adalah terjadinya akumulasi amonia (Daghir, 1995).

Kandang litter juga memiliki kelebihan yaitu: pertama dapat memberikan hasil yang memuaskan, baik kuantitas (bobot badan) maupun kualitas daging, kedua dapat menghindarkan ternak ayam menderita lepuh dada atau pembengkakan tulang dada (Breast Blister), memudahkan didalam pengelolaan yakni seperti pembersihan dan pembuangan kotoran, serta dapat menghemat tenaga kerja.

Kandang panggung. Akpobome dan Funguy (1992) menyatakan bahwa broiler yang dipelihara pada kandang panggung memiliki bobot badan yang lebih rendah tetapi konversi pakan yang lebih baik dibandingkan broiler yang dipelihara di atas lantai sekam.

Sinurat et al., (1995) menyatakan bahwa terjadi penurunan pertambahan berat badan ayam broiler yang dipelihara pada lantai kawat setelah berumur 5 - 6 minggu dibanding broiler yang dipelihara pada lantai sekam, Hal ini terjadi karena semakin tinggi bobot badan ayam gesekan antara tubuh dengan kawat semakin tinggi yang mungkin menyebabkan stress bagi ayam yang dipelihara di atas lantai kawat.

Kandang panggung berlantai kawat menyebabkan lebih banyak kerusakan kaki dan kelainan bentuk kaki dibanding lantai litter. Masalah pada kaki menyebabkan turunnya produksi pada ayam petelur (Anderson, 1994). Kejadian lepuh dada broiler pada kandang panggung dua kali lebih banyak dibanding pada lantai litter (Akpobome dan Funguy, 1992).

Kebaikan dari kandang panggung yaitu memiliki ventilasi yang sangat baik bagi ayam di dalamnya, sebab udara bertiup melalui seluruh bagian tubuh ayam. Keuntungan lain dari penggunaan kandang panggung adalah kemudahan dalam mekanisme kandang, tidak diperlukan biaya untuk pembelian litter dan mengurangi kontak ayam dengan feses (Hypes et al, 1994).

DAFTAR PUSTAKA

Akpobome, G. D and R. C. Funguy. 1992. Evaluation of Cage Floor System of Production of Comercial Broiler. Poultry Science. Vol. 71: 274.

Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Makanan Ternak Unggas. UI Press. Yogyakarta.

Daghir, N. J. 1995. Poultry Production in Hot Climate. Faculty of Agriculture Sciences United Arab. Emirates University. Al-Ain UEA. Cab. International.

North, M. O. 1984. Comercial Chicken Production Manual. 3rd Ed. Avi Publ. Co. Inc. West Port Connecticut.

Sainsburry, D. 1995. Poultry Health and Management. Chickens Turkeys, Ducks, Geese, Quile. 3rd ed. University of Cambridge. United Kingdom.

Sinurat, A. P., D. Zainuddin dan R. Dharsono. 1995. Pengujian Penampilan Biologi Ayam Pedaging Strain Hybro pada Lantai Litter dan Kawat. Ilmu dan Peternakan.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger