Susu dipandang dari segi peternakan adalah suatu sekresi kelenjar susu dari sapi yang laktasi atau ternak yang sedang laktasi, dan dilakukan pemerahan dengan tidak termasuk kolostrum serta tidak ditambah atau dikurangi oleh suatu komponen. Susu dari segi kimiawi mengandung zat kimia organis maupun anorganis berupa zat padat , air dan zat yang larut dalam air, zat tersebut adalah protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin, dan enzim. Susu dari segi gizi berhubungan dengan kebutuhan makanan yaitu suatu zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan mempunyai timbangan yang sesuai dengan gizi (Triatmojo, 2001).
Sifat susu yang perlu diketahui adalah bahwa susu merupakan media yang baik sekali bagi pertumbuhan mikrobia sehingga apabila penanganannya tidak baik akan dapat menimbulkan penyakit yang berbahaya. Disamping itu susu sangat mudah sekali menjadi rusak terutama karena susu merupakan bahan biologis. Susu yang baik mengandung bakteri dalam jumlah sedikit, tidak mengandung spora mikrobia patogen, bersih yaitu tidak mengandung debu atau kotoran lainnya, mempunyai cita rasa (flavour) yang baik, dan tidak dipalsukan. (Hadiwijoyo,1983).
Pada umumnya air susu yang dihasilkan oleh sapi mengandung enzim lipase yang tidak aktif karena enzim tersebut tidak mengadakan kontak langsung dengan substratnya tetapi dalam keadaan tertentu lipase yang terdapat dalam keadaan tersebut dapat bersifat aktif, sehingga dapat menghidrolisa lemak secara spontan dan terjadilah peristiwa ransiditas yang spontan.
Mineral dalam susu kurang lebih 0,7%, mengandung potassium, kalsium, fosfor, khlorin, sodium, mangan dan sulfur. Vitamin yang terkandung dalam susu adalah vitamin A1, B1, B2, B6, asam pantotenat, vitamin C, D, E, K (Triatmojo, 2001).
Susu yang baik berwarna putih, bersih, sedikit kekuning-kuningan, dan tidak tembus cahaya. Warna ini tergantung bangsa ternak, pakan yang diberikan, lemak dalam susu, dan bahan padat. Apabila diberikan pakan hijauan segar lebih banyak maka kandungan lemak dalam susu tinggi, dan apabila kandungan karoten tinggi maka warna susu menjadi kekuning-kuningan. Susu yang berwarna kemerah-merahan tidak normal, kemungkinan berasal dari sapi yang sakit. (Triatmojo, 2001).
Derajat keasaman susu menurut Dirjen Perternakan tahun 1983 sebesar 4,5-7° soxiet henkle (sh). Derajat keasamam tersebut adalah angka yang menunjukkan jumlah mililiter larutan NaOH 0,25 N yang dibutuhkan untuk menetralkan 100 ml susu dengan 2 ml pp sebagai indikator. Susu segar pada umumnya memiliki pH sebesar 6,5 sampai 6,7. Nilai pH yang lebih tinggi dari 6,7 menunjukkan kelainan yaitu adanya mastitis pada sapi. Apabila pH dibawah 6,5 kemungkinan susu tersebut susu kolostrum atau susu telah rusak karena adanya bakteri (Triatmojo, 2001).
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai pH yaitu pengenceran dan pemanasan. Pengenceran dapat sedikit menaikan pH dan menurunkan keasaman. Pemanasan dapat mengakibatkan tiga perubahan yaitu: 1) Kehilangan CO2 yang dapat mengakibatkan menurunnya keasaman dan menaikan pH, 2) Adanya transfer Ca dan fosfat ke koloidal sehingga dapat sedikit menurunkan keasaman dan menaikan nilai pH, 3) Pemanasan yang drastis dapat menghasilkan asam dari degradasi laktosa.
Zat makanan yang ada dalam susu berada dalam tiga bentuk yaitu larutan sejati (karbohidrat, garam anorganik dan vitamin), larutan koloidal (protein dan enzim), dan yang terakhir sebagai emulsi (lemak dan senyawa yang ada hubungannya dengan lemak seperti gliserida). Lemak terdapat dalam emulsi biasanya berbentuk globula. Komposisi susu adalah laktosa, berkisar antara 4,9 sampai 5%, protein berkisar antara 3,3 sampai 3,5 dan abu berkisar antara 0,69 sampai 7 % (Triatmojo, 2001).
Lemak susu (gliserida) pada ternak herbivora, terutama ruminansia mengandung banyak asam-asam rantai pendek, dengan panjang berkisar antara 4 sampai 14 atom karbon. Asam-asam lemak rantai pendek ini tidak secara umum terdapat di cadangan atau depot lemak didalam jaringan adiposa hewan. Lemak susu dapat dibentuk dengan pemecahan rantai asam lemak yang panjang yang terdapat di dalam darah yang bersirkulasi atau melalui sintesis zat-zat prekursor. Asam-asam lemak butirat sampai palmirat sebagian besar disintesis di dalam kelenjar mamae, mulai dari asam asetat atau β-hidroksibutirat. Kemudian dengan penambahan fragmen 2 atom karbon dari asetil ko- A, asam lemak dengan rantai panjang dan rantai pendek terbentuk. Akan tetapi, semua asam-asam C-18 datangnya dari sumber-sumber selain sintetis di dalam kelenjar mamae. (Frandson, 1992).
Lemak air susu adalah suatu campuran trigliserida–trigliserida yang mengandung asam-asam lemak jenuh dan tak jenuh. Komposisi lemak pada spesies hewan adalah spesifik, namun pada umumnya, lemak air susu ternak ruminansia mengandung proporsi asam lemak jenuh bermolekul rendah lebih tinggi, terutama asam butirat. Gliserol dari lemak air susu diserap langsung dari darah langsung ke dalam air susu dan beberapa disintesa dalam kelenjar susu dari glukosa darah. Pada ternak ruminansia, banyak asam-asam disintesis dalam kelenjar dari glukosa dan asam asetat darah sedang pada ternak ruminansia asam asetat dan asam beta-hidroksi butirat darah digunakan untuk mensintesis sebagian besar asam-asam lemak (Triatmojo, 1991).
Protein dalam susu sebesar 2,8% sampai 4,0% terdiri atas kasein 80%, laktabumin 18%, dan laktaglobulin 0,05% sampai 0,07%. Protein akan mengalami koagulasi apabila dipanaskan, suasana asam atau oleh adanya enzim protease (Triatmojo,2001).
Daftar pustaka
Hadiwiyoto, Soewedo, 1983. Hasil-hasil Olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur. Liberty. Yogyakarta.
Triatmojo , S., Soepomo, Rihastuti, Indratiningsih, 2001. Dasar THT. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.
Gambar: google.com
0 komentar:
Posting Komentar