Minggu, 06 Februari 2011

Kompos


Kompos merupakan hasil fermentasi atau hasil dekomposisi bahan organik seperti tanaman, hewan, atau limbah organik. Kompos secara ilmiah dapat diartikan sebagai partikel tanah yang bermuatan negatif sehingga dapat dikoagulasikan oleh kation dan partikel tanah untuk membentuk granula tanah. Kompos memiliki peranan sangat penting bagi tanah karena dapat mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat kimia, fisik, dan biologinya (Djuarnani et al., 2005).

Pengomposan adalah degradasi dan stabilisasi bahan organik secara aerob yang dilakukan oleh mikroorganisme di bawah kondisi lingkungan yang terkendali, dengan hasil akhir berupa produk mirip humus dan dapat dipergunakan sebagai pupuk ataupun pembenah tanah. Transformasi bahan organik menjadi senyawa organik dan anorganik sederhana terjadi selama proses pengomposan. Bahan organik kompleks diubah menjadi CO2, H2O, humus, nitrat, sel mikrobia dan panas. Pengomposan bertujuan untuk menstabilkan bahan organik, membunuh organisme patogen, meniadakan bau busuk, membunuh biji gulma dan mengurangi volume limbah (Triatmojo, 2004).

Prinsip pengomposan adalah menurunkan nilai rasio C/N bahan organik menjadi sama dengan rasio C/N tanah. Rasio C/N adalah hasil perbandingan antara karbohidrat dan nitrogen yang terkandung di dalam suatu bahan. Nilai rasio C/N tanah adalah 10 sampai 12. Bahan organik yang memiliki rasio C/N sama dengan tanah memungkinkan bahan tersebut dapat diserap oleh tanaman (Djuarnani et al., 2005).

Penambahan kompos ke dalam tanah dapat memperbaiki struktur, tekstur, dan lapisan tanah sehingga akan memperbaiki keadaan aerasi, drainase, absorbsi panas, kemampuan daya serap tanah terhadap air, serta berguna untuk mengendalikan erosi tanah. Kompos juga dapat menggantikan unsur hara tanah yang hilang akibat terbawa oleh tanaman ketika dipanen atau terbawa aliran air permukaan (erosi). Bahan pembuat kompos dibedakan menjadi dua macam, yaitu berdasarkan komponen yang dikandungnya dan berdasarkan asal bahannya. Bahan pembuat kompos berdasarkan komponen yang dikandungnya dibedakan menjadi bahan organik lunak, bahan organik keras, bahan selulosa, limbah protein, dan limbah manusia. Bahan pembuat kompos berdasarkan asal bahannya dibedakan menjadi limbah pertanian, limbah industri, dan limbah rumah tangga (Djuarnani et al., 2005).

Pengomposan terjadi pada empat tahapan proses, yaitu: 1) tahap laten dan mesofil, 2) tahap termofil, 3) tahap pemasakan, 4) tahap pendinginan. Mikrobia di dalam tumpukan kompos pada tahap laten dan mesofil masih menyesuaikan dengan lingkungan barunya. Suhu tumpukan masih sama dengan suhu lingkungan. Pertumbuhan mikrobia terjadi beberapa saat kemudian (sekitar 6 sampai 12 jam) yaitu mikrobia yang hidup subur pada suhu 35 °C. Mikrobia memanfaatkan senyawa organik sederhana untuk tumbuh dan berkembang biak. Mikrobia yang mendominasi pada awal pengomposan adalah bakteri (Triatmojo, 2004).

Suhu pada tahap termofil terjadi peningkatan akibat dari aktivitas mikrobia. Suhu meningkat di atas 40 °C bahkan dapat mencapai 55 sampai 60 °C. Banyak mikrobia mesofil yang mati pada tahap ini dan digantikan oleh mikrobia termofil (biasanya bakteri dan fungi) yaitu mikrobia yang tahan hidup pada suhu sekitar 55 °C. Degradasi bahan organik bermolekul besar atau senyawa kompleks terjadi pada tahap ini dan menghasilkan asam-asam organik, NH3, CO2, H2O, dan gas-gas lain. Tahapan ini sangat penting karena dihasilkan panas yang cukup tinggi untuk membunuh organisme patogen dan biji gulma. Tahap termofil berlangsung selama 8 sampai 12 hari. Produksi panas lebih rendah dibanding dengan panas yang hilang pada akhir tahap termifil sehingga suhu tumpukan kompos akan turun sampai di bawah 40 °C. Mikrobia termofil banyak yang mati digantikan oleh mikrobia mesofil terutama fungi dan aktinomisetes (Triatmojo, 2004).

Suhu pada tahap pemasakan turun di bawah 40 °C, bakteri nitrifikasi mulai mengubah NH3 menjadi nitrit dan nitrat. Degradasi senyawa kompleks terjadi pada tahap ini seperti selulosa dan hemiselulosa menjadi humus. Tahap pemasakan biasanya terjadi pada hari ke 15 sampai 30, tergantung pada macam bahan penyusun kompos, macam pengomposan dan populasi mikrobia yang ada di dalam tumpukan kompos (Triatmojo, 2004).

Suhu kompos turun terus sampai mendekati suhu lingkungan pada tahap pendinginan. Uret dan kumbang mulai tumbuh memangsa protozoa dan bakteri. Tahapan ini sangat penting karena senyawa-senyawa yang berbahaya seperti NH3 telah diubah menjadi nitrat, sehingga kompos aman digunakan sebagai pupuk (Triatmojo, 2004).

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan selama proses pengomposan adalah kandungan air, aerasi atau kebutuhan O2, suhu, perbandingan C/N, populasi mikrobia dan adanya bahan beracun. Kandungan air bahan yang dikomposkan sebaiknya antara 50 sampai 60 %. Kandungan air yang terlalu tinggi mengakibatkan kondisi tumpukan kompos menjadi anaerob sehingga akan timbul bau busuk dan terjadi emisi gas berbahaya seperti NH3, merkaptan, metan, dan lain-lain. Pengomposan sebaiknya dijaga suhunya sekitar 55 °C selama dua minggu pertama, agar diperoleh kompos yang bersih, sehat dan aman untuk digunakan sebagai pupuk (Triatmojo, 2004).

Perbandingan C/N untuk pengomposan adalah antara 20 sampai 30. Limbah ternak (feses) mempunyai C/N sekitar 15 sehingga perlu ditambah bahan sumber karbon misalnya jerami agar C/N-nya ideal. Perbandingan C/N yang rendah akan diproduksi NH3 yang tinggi sehingga akan hilang ke udara. Perbandingan C/N yang tinggi menyebabkan mikrobia tidak dapat hidup subur karena kekurangan N. Populasi mikrobia yang rendah menyebabkan lamanya tahap laten dan mesofil, demikian juga kalau substrat yang terlarut jumlahnya kecil (Triatmojo, 2004).

Penambahan inokulan dapat mempercepat proses pengomposan asal kondisi lainnya juga ideal. Beberapa logam berat dan senyawa organik beracun dapat menghambat proses pengomposan. Minyak menghambat proses pengomposan, detergen akan mempercepat proses pengomposan, sedangkan herbisida tidak berpengaruh (Triatmojo, 2004).


DAFTAR PUSTAKA
Triatmojo, Suharjono. 2004. Penanganan Limbah Peternakan. Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester (RPKPS). Jurusan Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger