Sabtu, 05 Februari 2011

Vaksinasi dan Pencegahan Penyakit pada Ayam


Vaksinasi

Vaksin adalah pemberian antigen untuk merangsang sistem kebal menghasilkan antibodi khusus terhadap penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri dan protozoa. Program vaksinasi harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: (1) prevalensi penyakit di daerah usaha ternak, (2) resiko akan timbulnya penyakit, (3) status kekebalan dari bibit induk, (4) biaya pembuatan dan pemberian vaksin, (5) intensitas dan konsekuensi dari reaksi vaksin yang kurang baik, (6) program penggantian ternak, (7) tersedianya vaksin tertentu, (8) perbandingan untung rugi (B-C ratio) yang menghubungkan antara keuntungan akibat vaksinasi dan kerugian vinansial akibat resiko infeksi dan timbulnya penyakit (Nesheim, 1984).

Berbagai cara pemberian vaksin yang digunakan secara komersial antara lain: (1) vaksnasi in ovo, yaitu pemberian vaksin ke dalam telur pada hari ke 18 masa inkubasi dengan menggunakan sistem inovoject yang dipatenkan, (2) vaksinasi semprot (spray) pasca penetasan dapat diberikan dalam ruang atau mesin penetasan secara massal dengan vaksin aerosol kepada anak ayam umur umur sehari (DOC), (3) suntikan subkutan, dengan vaksin hidup atau vaksin emulsi inaktif dapat diberikan kepada anak ayam, masa pemeliharaan (rearing) dan pada induk (Nesheim, 1984). Pada umumnya injeksi dilakukan secara intramuscular dada atau paha. Akan tetapi cara ini juga mempunyai kelemahan yaitu perlu waktu lama, ayam akan stress, jika penagkapan terlalu kasar, (4) pemberian vaksin melalui tetes mata dan tetes hidung, dapat dilakukan pada anak ayam di tempat penetasan atau pada masa brooding (masa penghangatan) di kandang peternak, (5) pemberian vaksin secara aerosol, dengan menggunakan penyemprot ransel atau listrik, untuk mendapatkan semprotan yang kasar, (6) pemberian vaksin melalui air minum, dapat dilakukan dengan biaya yang lebih murah, akan tetapi kurang efektif terhadap babarapa macam infeksi (Nesheim, 1984).
Vaksin untuk unggas ada dua bentuk, hidup (aktif) dan mati. Vaksin hidup terdiri dari organisme-organisme hidup yang telah dimodifikasi (dilemahkan) sehingga mereka akan berkembang biak di dalam tubuh tanpa menyebabkan penyakit. Organisme-organisme dapat diberikan dengan cara yang bervariasi melalui air minum, penyemprotan, tetes mata atau untuk penyakit marek dengan injeksi intramuskular (Mark, 1993).

Perkembangan imunitas lebih cepat dengan vaksin hidup daripada dengan vaksin mati. Vaksin mati terdiri atas organisme inaktif (mati) yang biasanya disuspensikan dalam emulsi lemak untuk administrasi dengan suntikan. Emulsi tersebut membantu meningkatkan peristiwa lebih panjang pengambilan organisme dari tempat okulasi. Perkembangan immunitas sempurna kira-kirasatu bulan setelah injeksi vaksin mati. Metode vaksinasi yang idealadalah memberi vaksin hidup pertama kali, yang berperan sebagai sistem immunitasprimer, diikuti dengan injeksi vaksin mati, yang memberi level penyokong antibodi pelindung. Prinsip ini digunakan untuk proteksi serangan NewCastel Disease, infectionse bronchitis, dan infectionse bursal disease (Mark, 1993).

Pencegahan penyakit

Penyakit didefinisikan sebagai segala penyimpangan gejala dari keadaan kesehatan yang normal. Hal ini bisa disebabkan oleh mikroorganisme, defisiensi nutrisi, atau stress akibat lingkungan yang tidak menguntungkan (Blakely dan Bade, 1998).

Snot (coryza). Penyakit ini disebabkan berbagai serotipe Hemophilus paragallinarum. Penyakit ini dapt dijumpai secara potensial pada setiap peternakan unggas, tetapi biasanya terdapat di daerah atau negara-negara tertentu sebagai masalah kronis atau musiman. Penularan dapat melalui kontak langsung dengan ayam yang menunjukkan gejala klinis atau carier atau secara tidak langsung melalui alat atau karyawan yang terkontaminasi. Penyebab penyakit ini tidak dapat hidup di luar tubuh induk semang sampai lebih dari 12 jam. Morbiditas kawanan ayam bervariasi dari 1-2 %. Ayam yang secara klinis telah terinfeksi menunjukkan gajala pengeluaran cairan mata yang unilateral atau bilateral dan berlanjut menjadi selulitis fasial di daerah muka dan sinusitis kronis. Pengobatan pada ayam yang belum dewasa digunakan untuk mengobati coryza dan dapat diberikan melalui air minum atau disuntikkan langsung secara Intramuskular. Pencegahan ayam yang belum dewasa dapat digunakan vaksin multivalen inaktif atau bakteri homolog dalam supensi air atau emulsi minyak. Vaksin inaktif dalam dua dosis dapat diberikan dengan suntikan subkutan atau intramuskular (Nesheim, 1984).

Pullorum (berak kapur). Definisi dari pullorum apa anak ayam saja yang memperlihatkan memperlihatkan satu-satunya gejala klinis dari penyakit ini. Beberapa hari setelah menetas, anak ayam yang terserang berhimpit-himpitan, kehilangan selera makan, sulit bernafas dan sering kali mengeluarkan berak putih (berak kapur). Ayam memperlihatkan luka pada organ- organ seperti jantung, hati, limpa, paru-paru, dan saluran pencernaan. Penyebab dari penyakit ini adalah bekteri Salmonella pullorum. Pencegahan pullorum umumnya dilakukan fumigasi terhadap inkubator dan telur yang didetaskan menggunakan gas formaldehide yang diikuti dengan sanitasi yang teliti yang dilakukan diantara periode penetasan (Blakely dan Bade, 1998).

Gumboro (infectous bursal disease). Penyebab penyakit ini terdiri atas dua tipe. Tipe pertama merupakan galur virus avibirna. Tipe ini dikenal dua serotipe virus yaitu yang klasik dan sangat patogenik (WIBD). Tipe kedua adalah galur kalkun yang tidak bersifat patogenik pada ayam. Penularan penyakit gumboro melalui kontak langsung antara lain ayam muda dan ayam yang telah terinfeksi. Peralatan. kandang dan pakaian petugas yang terkontaminasi acap kali merupakan sumber infeksi. Morbiditas ayam-ayam yang terserang secara akut bervariasi (5-50%). Ayam yang terserang menjadi tertekan, berbaring (terlentang), bulunya kasar berkerut dan diare putih. Dehidrasi dan pendarahan muskuler sering dijumpai pada ayam yang telah mati. Pencegahan pada induk ayam yaitu melalui imunisasi (sistem kekebalan) diikuti dengan pemberian booster dalam emulsi minyak. Anak ayam pedagig sebaiknya divaksin dengan vaksin hidup yang dilemahkan yang merangsang pembentukan sistem kebal tubuhnya. Vaksin ringan dapat diberikan pertama kali umur 1- 4 hari (Nesheim, 1984). Penyakit ini ditemukan pertama kali di daerah Gumboro di negara bagian Delaware pada tahun 1962 (Blakely dan bade, 1998).

Tetelo (NewCastel disease). Penyakit ini ditandai dengan kesulitan bernafas, batuk dan bersin. Pada beberapa ayam yang terkena penyakit ini ditemukan tanda-tanda kelainan sistem syaraf (Blakely dan Bade, 1998). Penyebab penyakit tetelo adalah virus yang ada hubungannya dengan galur paramyxovirus unggas tipe I. Virus ND sangat menular. Infeksi dapat terjadi baik melalui penghirupan virus dalam bentuk aerosol maupun pakan atau litter yang tercemar. Penyebaran penyakit virus oleh angin sejauh 5 km, kontak langsung dan tidak langsung dengan bahan yang tercemar (misalnya muntah), burung pengganggu, ayam kampung dan burung peliharaan lainnya merupakan penampung penyakit. Pencegahan penyakit melaui vaksinasi antara lain program yang umum digunakan: infeksi lentogenik pada ayam pedaging dapat dicegah dengan memberikan vaksin atau tetes mata pada anak ayam umur sehari dengan menggunakan vaksin hitcher BI dilanjutkan booster melalui air minum atau secara aerosol. Vaksin berikutnya dilakukan pada umur 24 hari dan 8 minggu dengan vaksin hitcher BI atau vaksin lasota dalam air, di ikuti vaksin emulsi multivalen yang diinaktivasi dengan minyak pada umur 18- 20 minggu (Nesheim, 1984).

Cacar ayam (avian pox). Penyebabnya adalah virus avipox. Penyakit ini dikenali berdasarkan adanya tonjolan hitam pada jengger, pial dan telinga, serta kaki (Blakely dan Bade, 1998). Lesi fokal berwarna merah jambu juga ditemukan pada jengger dan pial serta bagin tubuh lainnya. Suara nafas yang abnormal yang ringan akan terdengar pada kawanan broiler, terutama yang dipelihara dengan ventilasi yang kurang baik. Virus ini ditularkan oleh nyamuk. Penularan dalam suatu kandang dapat terjadi secara kontak langsung antara ayam yang terinfeksi dan yang rentan. Pencegahan yang disarankan melalui imunisasi yang dilaksanakandi daerah endemik dengan vaksin avipox ringan (virus galur ayam) yang diberikan pada umur seminggu (Nesheim, 1984).

Berak darah (coccidiosis). Berbagai species Emeria yang berparasit pada bagian spesifik dari saluran usus ayam menjadi penyebab penyakit ini. Penularan melalui Ookista yang berporulasi merupakan stadium infektif dari siklus hidup dari Coccidiosi. Ookista dapat ditularkan secara mekanik melalui pekerja, peralatan yang tercemat atau dibawa oleh angin yang menyebarkan debu kandang dan litter dalam jangkauan pendek. Tanda-tanda klinis pada Coccidiosis biasanya berjalan akut dan ditandai dengan depresi, bulu kusut dan diare. Unggas yang terinfeksi oleh E. tenella memperlihatkan gejala kepucatan pada jengger dan pial disertai dengan kotoran coecum yang bercampur darah. Pengobatan melalui pemberian lerutan amprolium atau sulfanamida (sulfametazin atau sulfaquinoksalin) dalam air minum. Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan pemasangan dan pengaturan sistem pemberian air minum yang sesuai, tingkat ventilasi yang baik, pengaturan kepadatan kandang, penambahan antioksidan dalam pakan, pemberian koksidiostat kimiawi dan ionoforik untuk broiler yang menjalani program pergantian ulang alik (Shuttle) (Nesheim, 1984).

Aspergillosis. Suatu penyakit pernapasan dengan ciri megap-megap dan bernafas cepat, kehilangan nafsu makan, dan rasa haus yang meningkat. Morbiditas mencapai 10% dan mortalitas pada umur 3-12 hari. Infeksi pada otak mengakibatkan ayam merebahkan diri (berbaring) secara lateral, kurang koordinasi dan gemetar (tremor) kasar pada otot (Nesheim, 1984). Wabah biasanya terjadi hanya jika keadaan kelembaban alas (litter) mendukung pertumbuhan jamur. Spora – spora dari jamuur masuk keudara dan dihirup oleh ayam lalu mengakikbatkan aspergillosis (Blakely dan Bade, 1998). Penyebab penynakit ini disebabkan berbagai jenis kapang termasuk Aspergillus fumigatus. Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan perbaikan kebersihan kandang tempat bertelur, penggantian alas (litter) dengan plastik akan mengurangi prevalensi aspergillosis (Nesheim, 1984). Selain itu menjaga makanan dan alas (litter) agar tetap rendah kandunganuap airnya dapat mencegah pertumbuhan jamur penynyebab penyakit ini (Blakely dan Bade, 1998). 
 
DAFTAR PUSTAKA
Blakely, J. and D.H. Bade. 1994. Ilmu Peternakan Umum. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Mark Pattison, 1993. The Healt of Poultry, Longman Scientific & Technical. Singapore.

Nesheim, M.C., R.E. Austic and L.E. Card, 1989. Poultry Production. 12th Ed. Lea and Febriger. Philadelpia.


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger